Jumat, 21 Agustus 2009

sampai maut memisahkan kita

Banyak pasangan kekasih bersumpah akan selalu bersama selamanya, sepanjang
hayat maupun ketika menghadapi maut, tetapi aku belum pernah mendengar
kesetiaan dan pengabdian yang dapat dibandingkan dengan kesetiaan dan
pengabdian Bu Isidor Straus.
Tahun 1912. Bu Straus dan suaminya naik Titanic dalam pelayaran perdananya
yang membawa maut itu. Tak banyak wanita yang tenggelam bersama kapal itu,
tetapi Bu Straus adalah satu dari sedikit wanita yang tidak selamat karena
alasan sederhana: Dia tidak tega meninggalkan suaminya. Beginilah Mabel
Bird, pelayan Bu Straus, yang selamat dari kecelakaan itu, bercerita
setelah dia diselamatkan.
"Ketika Titanic mulai tenggelam, wanita-wanita yang panik dan anak-anak
adalah yang pertama-tama dipindahkan ke sekoci. Pak dan Bu Straus tampak
tenang dan menghibur para penumpang, mereka bahkan menolong orang-orang
naik ke sekoci.
"Kalau tidak karena mereka," kata Mabel, "aku pasti tenggelam. Aku orang
keempat yang naik ke sekoci kelima. Bu Straus menyuruhku naik, lalu
menyelimuti dengan selimut hangat."
Kemudian, Pak Straus menyuruh istrinya naik menyusul pelayannya dan
orang-orang lain. Bu Straus beranjak hendak naik. Satu kakinya sudah
berada di dalam sekoci, tetapi tiba-tiba dia berubah pikiran, dia berbalik
lalu melangkah kembali ke kapal yang sedang tenggelam.
"Sayangku, naiklah ke sekoci!" suaminya memohon.
Bu Straus lekat-lekat menatap mata pria dengan siapa dia menghabiskan
sebagian besar hidupnya, pria yang menjadi sahabat karibnya, belahan
jiwanya yang sejati, dan yang selalu memberikan penghiburan baginya. Dia
meraih tangan suaminya dan mendekapkan tubuh Pak Straus yang gemetar ke
dadanya.
"Tidak," kata Bu Straus dengan gagah, seperti kemudian diceritakan orang.
"Aku tidak akan naik sekoci. Kita sudah bersama-sama selama
bertahun-tahun. Kita sudah tua sekarang. Aku tidak akan meninggalkanmu. Ke
mana pun engkau pergi, aku ikut."
Dan begitulah mereka terlihat untuk terakhir kalinya, berdiri berpelukan
di geladak: wanita yang penuh pengabdian itu dengan mantap berlindung
dalam pelukan suaminya, sementara suaminya dengan penuh cinta memeluk dan
melindunginya. Perlahan-lahan kapal tenggelam semakin dalam. Selalu
bersama... untuk selamanya....

Tidak ada komentar: